November 03, 2010

Seventeenth Generation


Seventeenth Generation

         Kalo diliat dari foto tersebut, kayaknya untuk mendapatkan gelar lulus dari Pesantren Darularafah gampang-gampang aja. Tapi, sebenarnya pernyataan tersebut tidak benar sama sekali. Kami lulusan Darularafah adalah lulusan yang bisa dibilang siap secara keseluruhan, baik siap mental, fisik, maupun pikiran demi kehidupan di hari yang akan datang. Saya masih ingat klo jumlah total santri yang terdaftar di angkatan saya pada tahun 2002 itu ada 8 kelas. Mulai dari kelas 1-A sampai 1-H. Per kelas itu rata-rata dihuni oleh 35-40 orang santri. Berarti awal masuk kami sekitar 320 orang. Alhamdulilah saya mulai awal masuk sampai lulus tidak pernah jauh dari kelas A. Pastinya, wali kelas yang ada di kelas A adalah orang-orang pilihan yang lebih terpilih. Makanya, beliau mungkin gak sesangar wali kelas yang lainnya. Mungkin ini juga salah satu factor kenapa saya akhirnya betah juga 6 tahun di Darularafah.

         Coba liat jumlah gambar di atas. Ini adalah kami-kami yang dinyatakan lulus dari Pesantren Darularafah. Yang pake peci hitam+jas warna hitam yang dilengkapi dengan celana kain warna hitam(serba hitam coy) adalah lulusan ke-17 bro yang kita namakan Seventeenth Generation / SG. Jumlah kami yang lulus hanya 96 orang, padahal itu udah digabung dengan kelas Takhshish. Terus yang 220 orang lagi dimana??? Waktu 6 tahun itulah yang menyeleksi siapa aja sebenarnya yang berhak layak lulus dari Darularafah yang mentaati aturan-aturan. Wow, bagi lawan jenis yang berminat bisa ambil salah satu dari mereka. Tampan, gagah, muslim sejati lagi. Apa kurangnya coba??? Dan yang pake seragam yang berbeda dengan si serba hitam adalah mereka yang sangat berjasa membesarkan, mendidik, dan menjaga kami. Mereka adalah ustad-ustadzah kami yang telah kami anggap sebagai orang tua kami sendiri. Klopun kadang cara mereka mendidik dan menjaga kami tidak selalu berkenan di hati kami, tapi kami akan selalu merindukan kalian. Guruku = Ibuku.

         Di waktu yang cukup lama itulah bercampur suka dan duka. Tapi memang kayaknya lebih dominan dukanya ketimbang sukanya. Tapi, apapun yang terjadi disana, kami yakin bahwasanya banyak hikmah yang dapat diambil dari roda kehidupan kami di pesantren.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar