November 29, 2010

BOCAH MISTERIUS...nyata kisahnya


     Dahulu kala di kampung kelahiran Luqman, ada bocah kecil yang tengah menjadi topik hangat pembicaraan masyarakat kampung tersebut. Sudah tiga hari ini ia mondar-mandir keliling kampung. Ia menggoda anak-anak sebayanya, menggoda remaja diatasnya, dan bahkan orang-orang tua. Hal ini bagi orang kampung sungguh menyebalkan. Ya, bagaimana tidak menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan kesana-kemari sambil tangan kanannya membawa roti isi daging yang berwarna cokelat. Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap dengan tetesan air dan butiran-butiran es yang melekat di plastiknya.

     Pandangan tersebut menjadi biasa bila orang-orang kampung melihatnya bukan pada bulan puasa. Tapi ini justru terjadi ditengah hari pada bulan puasa. Bulan ketika dimana orang banyak menahan lapar dan haus. Es kelapa dan roti isi daging tentu saja menggoda orang yang melihatnya. Pemandangan itu semakin tidak biasa, karena kebetulan selama tiga hari semenjak bocah itu ada, matahari di kampung itu lebih terik dari biasanya.

     Luqman mendapat laporan dari orang-orang kampung mengenai bocah itu. Mereka tidak berani melarang bocah kecil itu menyodor-nyodorkan dan memperagakan bagaimana dengan nikmatnya ia mencicipi es kelapa dan roti daging tersebut. Pernah ada yang melarangnya. Tapi orang itu kemudian dibuat mundur ketakutan sekaligus keheranan. Setiap dilarang, bocah itu akan mendengus dan matanya akan memberikan kilatan yang menyeramkan. Membuat mundur semua orang yang akan melarangnya.

     Luqman memutuskan akan menunggu kehadiran bocah itu. Kata orang kampung, belakangan ini, setiap ba’da zuhur, anak itu akan muncul secara misterius. Bocah itu akan muncul dengan pakaian lusuh yang sama dengan hari-hari kemarin, dan akan muncul bersama es kelapa dan roti isi yang sama juga.

     Tidak lama Luqman menunggu, bocah itu datang lagi. Benar, ia menari-nari dengan menyeruput es kelapa itu. Tingkah bocah ini tentu membuat orang lain menelan ludah, tanda ingin meminum es waktu juga. Luqman pun lalu menegurnya. Cuma, ya itu tadi, bukannya takut, bocah itu malah mendelik hebat dan melotot, seakan-akan matanya akan keluar. “Bismillah…” ucap Luqman dengan kembali mencengkram lengan bocah itu. Ia kuatkan mentalnya. Ia berpikir, kalau memang bocah itu bocah jadi-jadian, ia akan korek keterangan apa maksud semua ini. Kalau memang bocah itu bocah beneran-pun, ia juga akan cari keterangan, siapa dan darimana sesungguhnya bocah itu.

     Mendengar ucapan basmallah itu, bocah itu mendadak menuruti tarikan tangan Luqman. Luqman pun menyentak tangannya, menyeret dengan halus bocah itu dan membawanya kerumah. Gerakan Luqman itu diikuti dengan tatapan penuh tanda Tanya dari orang-orang yang melihatnya.

     “Ada apa tuan melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi daging ini? Bukankah ini kepunyaan saya?” Tanya bocah itu sesampainya dirumah Luqman, seakan-akan tahu Luqman akan bertanya tentang kelakuannya itu. Matanya masih menatap tajam pada Luqman.

     “Ma’af ya, karena kamu melakukannya dibulan puasa” jawab Luqman dengan halus. “Apalagi kamu tahu, bukankah kamu juga berpuasa? Kamu bukannya ikut menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang dengan tingkahmu itu…”

     Sebenarnya Luqman masih ingin mengeluarkan uneg-unegnya, mengomeli anak itu. Tapi mendadak bocah itu berdiri sebelum Luqman selesai. Ia menatap Luqman lebih tajam lagi.

     “Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami semua! Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal ini ketimbang saya…?!

     Kalian selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan pada sebelas bulan diluar bulan puasa..?!

     Bukankah kalian juga yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dan melupakan kami yang sedang menangis…?!

     Bukankah kalian yang selalu saja berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang, sementara kalian mendiamkan kami yang mengeluhkan kesakitan hingga kematian menjemput ajal…?!

     Bukankah juga dibulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus? Ketika bedug maghrib bertalu, ketika adzan maghrib terdengar kalian kembali kepada kerakusan kalian…?!”

     Bocah it terus saja berbicara tanpa memberi kesempatan pada Luqman untuk menyela.Tiba-tiba bocah itu berubah. Kalau tadinya ia berkata begitu tegas dan terdengar sangat menusuk, kini ia bersuara lirih dan mengiba.

     “Ketahuilah Tuan… Kami ini berpuasa tanpa ujung. Kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa. Lantaran memang tak ada makanan yang bisa kami makan. Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang hari saja.

     Dan ketahuilah juga Tuan… Justru Tuan dan orang-orang disekeliling Tuan lah yang menyakiti perasaan kami dengan menggunakan pakaian yang luar biasa mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhaan dan ‘Idul Fitri…!

     Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam mempersiapkan makanan yang luar biasa, lantas kalian menyebutnya dengan istilah menyambut Ramadhan dan ‘Idul Fitri…?

     Tuan… Sebelas bulan kalian semua tertawa disaat kami menangis. Bahkan pada bulan Ramadhan hanya ada kepedulian yang seadanya.

     Tuan… Kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda kami. Dua belas bulan tanpa terkecuali dibulan Ramadhan ini.

     Apa yang saya lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang-orang kecil seperti kami…! Lalu kenapa kalian masih saja mendekap harta secara berlebihan.

     Tuan… sadarkah Tuan apa yang terjadi pada kami ketika Tuan dan orang-orang sekeliling tuan tertawa sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat...? Bahkan berlebihannya, Tuan dan orang-orang disekeliling Tuan tertawa bukan hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan maksiat…

     Tahukah Tuan akan adanya azab Tuhan yang menimpa...?

     Tuan… Jangan merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi…!

     Tuan… Jangan merasa perut akan tetap kenyang lantaran masih ada sisa pangan untuk setahun…!

     Jangan pernah merasa bumi tak akan pernah menyatu dengan matahari kelak…”

     Wuahh… entahlah apa yang ada di kepala dan hati Luqman. Kalimat demi kalimat meluncur deras dari mulut bocah itu tanpa bisa dihentikan. Dan hebatnya, semua yang disampaikan oleh bocah tersebut adalah benar adanya! Hal itu menambah keyakinan Luqman, bahwa bocah itu bukanlah bocah sembarangan.

     Setelah berkata pedas dan tajam seperti itu, sang Bocah pergi begitu saja meninggalkan Luqman yang dibuatnya terbengong-bengong. Dari kejauhan Luqman melihat bocah itu menghilang bak ditelan bumi. Begitu sadar Luqman langsung berlari mengejarnya keluar rumah hingga ke tepian jalan raya di kampung tersebut. Ia edarkan pandangannya ke seluruh sudut yang bisa dilihatnya, tapi ia tak menemukan bocah itu.

     Ditengah deru nafasnya yang memburu, ia tanya semua orang di ujung jalan, tapi semua menggeleng bingung. Bahkan orang-orang yang menunggu penasaran didepan rumahnya pun mengaku tak melihat bocah itu keluar rumah Luqman! Bocah itu benar-benar misterius. Dan sekarang ia malah menghilang.

     Luqman tidak mau main-main. Segera ia putar langkah, balik ke rumah. Ia ambil sajadah, sujud dan bersyukur. Meski peristiwa tadi irassional, tidak masuk akal, tapi ia mau meyakini bagian yang masuk akal saja. Bahwa memang betul adanya apa yang dikatakan bocah misterius tadi. Bocah tadi memberikan pelajaran yang berharga, betapa kita sering melupakan yang seharusnya kita ingat. Yaitu mereka yang tidak berpakaian, mereka yang kelaparan, dan mereka yang tidak memiliki penghasilam yang layak.

     Bocah tadi juga memberikan Luqman bahwa seharusnya mereka yang berada diatas, yang sedang mendapat karunia Allah, jangan sekali-sekali menggoda orang kecil, orang bawah, dengan berjalan membusungkan dada dan mempertontonkan kemewahan yang berlebihan. Marilah bepikir tentang dampak sosial yang akan terjadi bila kita terus menjejali tontonan kemewahan, sementara yang melihatnya sedang membungkuk menahan lapar.

     Luqman berterimakasih pada Allah yang telah memberinya hikmah yang luar biasa. Luqman tidak mau menjadi bagian yang Allah sebut mati mata hatinya. Entah mau dipercaya atau tidak, ia akan mengabarkan kejadian yang dialami bersama bocah itu sekaligus menjelaskan hikmah kehadiran bocah tadi kepada semua orang yang dikenalnya, kepada sebanyak-banyaknya orang.

     Kejadian bersama bocah tadi begitu berharga bagi siapa saja yang menghendaki bercahayanya hati. Pertemuan itu menjadi pertemuan yang terakhir. Sejak itu Luqman tidak lagi pernah melihatnya, selama-lamanya. Luqman merindukan kalimat-kalaimat pedas dan tudingan-tudingan tajam yang benar adanaya. Luqman rindu akan kehadiran anak itu agar ada yang berani menunjuk hidungnya ketika ia salah.

Semoga bermanfaat....

November 25, 2010

Bakti Sosial 2010

 

SD Pilot, Tsanawiyah Ustad, dan Aliyah Tentara

     Dari kecil, tiap orang sebenarnya udah memikirkan yang namanya "Cita-Cita". Tak terkeculi dengan diriku. Klo dikenang kembali, rasanya mau ketawa sekeras-kerasnya. Soalnya, kalo sampek aja cita-cita tersebut tercapai di masa sekarang, aneh ngeliatnya. Gini lho ceritaya,,...

     Yang namanya juga masi kecil, masi di tingkatan Sekolah Dasar, kalo ditanya guru apa cita-cita, pasti jawabnya ngasal atopun liat dulu kerjaan apa yang ada pada waktu itu yang sekiranya layak dijadikan cita-cita ya kan. Nah, kebetulan pulak pas pelajaran Bahasa Indonesia yang membahas tentang cita-cita, guruku ini nanya ke satu persatu diantara kami yang ada diruangan kelas, Apa Cita-citamu??? Ada yang jawab, jadi dokter, jadi guru, jadi ustad, jadi supir, yang penting macam-macam lah. Tiba giliran awak, ditanyalah sama gurunya, "Cita-citamu apa Yah?". Bingung lah pulak jawabnya ya kan. Soalnya yang keren-kerennya dah dijawab cuy ama teman-teman. Dan memang gak kepikiran untuk jawab yang lain karena jawaban tidak boleh sama. "Apa ya pak?", Jawabku pertama kepada Bapaknya. "Ya Apa???", sambung bapaknya. Beliau cuma kasih waktu 10 detik. Klo gak jawab, disuruhnya berdiri di atas kursi. Gengsi lah awak. Ketua kelas coy,,,langganan juara kelas lagi. Nah, beberapa detik kemudian, kedengaran lah suara, "huorrrrr...r" dari atas pertanda pesawat mau lewat. Alhamdulillah, selamat. Dan langsung kujawab gak pake lama, "Jadi Pilot pak". Diseletuklah ama bapaknya, " Ah, karna baru lewat aja nya itu, klo gak gak bisa jawab nya ko. Ho..oh, tapi gak papalah".


     Klo di SD bercita-cita jadi seorang pilot, beda ceritanya dengan masa Tsanawiyah yang lokasinya di Pesantren Darularafah. Bukannya sombong, tapi agak sedikit angkuh, klo dulu di pondok, aku itu adalah andalan dari beberapa guru yang ngajar selama Tsanawiyah dengan pelajarannya yang berbeda beda. Guru yang paling mengandalkanku adalah guru Bahasa Arab, Nahwu, Shorof, Tafsir, dll yang berkatan dengan Lughoh Arobiyyah.Tapi, kita gak kalah juga men di matematika n fisika. Karna sangkin banyaknya ustad yang mengandalkan seorang Yahya Batubara tersebut lah, makanya kepikiran sempat mau jadi ustad dan merubah cita-cita jadi seorang Ustad. hahaha, gak konsisten. Apalagi kurangnya coba, ilmu ada, tampang lumayan(ckckck) dan yang paling penting, keluarga mendukung. Sempat jadi, gak sia sia laaah.


     Tapi, seiring dengan bertambahnya waktu dan umur pun semakin menua, datanglah masa dewasa. Masa yang akan menentukan kemana arah hidup yang sebenarnya. Masa dimana kita akan menentukan kemana kita akan melangkah ke depan. Oleh karena itu, akhirnya aku juga lebih matang dalam merancang cita-cita. Dan dimasa Aliyahlah timbul masa dewasaku.


       Dulu, semasa Tsnawiyah, aku termasuk salah seorang yang timbangan badannya lumayan berat. Alias agak gendut(gitu aja pusing). Nah, karena udah dewasa, malu dikit lah ama badan gendut ya kan. Gak ada pulak nanti cewek yang mau. hahhaa. Dari sini lah aku sering merawat ke idealan badan. Bukan dengan diet, tapi dengan seringnya berolahraga. Tiap sore, selalu aku sempatkan bermain sepak bola dengan teman-teman. Berlari-lari akhirnya jadi hobiku. Proses itulah yang akhirnya membakar lemak-lemak yang banyak yang ada di perutku. Lomba lari, Maraton, Jogging, Sepak Bola, Volly, Bulutangkis, Takraw adalah permainan yang selalu bergantian aku mainkan. Tak kenal lelah mumpung masih muda. Dan akhirnya inilah ceritanya.


       Waktu kelas 3 aliyah, ada pulak seleksi jadi seorang tentara. Ikut lah pulak ya kan. Karna kupikir, masi ada peluang. Apalagi testingnya gak berat-berat amat katanya. Nah, setelah mendaftar, mulailah test fisik. Banyak kali oiy test nya. Mulai dari jogging, push up, restok, dll yang standartnya ditentukan mereka. Alhamdulillah, usahaku selama 3 tahun sebelumnya terasa  gak sia-sia. Test fisik yang telah ditentukan telah kujalani semua dan sinyatakan lulus untuk test tersebut. Dari sinilah akhirnya cita-citaku berganti lagi. Aku akan jadi Tentara, dalam benakku. Tapi, ini masi test awal, akan nyusul test-test selanjutnya di hari yang akan datang. 


        Banyak juga teman-temanku yang lulus dari test fisik. Nah, test selanjurnya adalah yang semacam persyaratan umum. Baik itu tinggi mimimum, bebas cacat, bebas buta warna, bebas narkoba, bebas HIV, dan lain-lainnya. Test ini lah yang akhirnya membuat cita-citaku melayang jauh lagi. Ini adalah suatu ketidakadilan. Aku dinyatakan kurang tinggi dengan kata lain aku terlalu pendek untuk ukuran seorang tentara. Padahal salah seorang teman yang klo diukur2 tinggian aku 2cm dari pada dia dinyatakan lulus. Koq bisa? Nyesal kali lah aku. Kenapa mesti hal ini terjadi padaku? Akhirnya setelah kutanya lagi pada salah seorang petugasnya di Medan pada waktu yang lain, aku pun sadar. "Bang, kenapa dulu di testing umum aku dinyatakan gak lulus gara-gara kurang tinggi padahal temanku yang lebih pendek bisa lulus?", tanyaku. "Kau bodoh kali, sebenarnya bisa aja nya ko lulus itu", katanya. Lho, ko bisa pulak ya kan? tanyaku dalam hati. "Serius lah bang?. Udah kuterima koq aku gak lulus karna kurang tinggi. Aku cuma mau nanya kenapa temanku tadi bisa lulus, jelas2 dia lebih pendek". "Ada gak ko melakukan suatu apa kek setelah kau dinyatakan gak lulus", tanyanya balik. "Maksudnya bang?", tanyaku lagi. "Masa gitu aja gak ngerti?". "Sumpah bang, aku gak ngerti", tegasku. "Makanya, klo yang kurangmu cuma masalah kurang tinggi, gampang kali itu. Kau cukup ambil duit ribuan yang banyak, terus kau tumpuk, dan kalo bisa kau ikat biar tumpukannya gak pisah pisah. Buat 2 tumpukan. Nah, setelah itu kan gampang, kau tinggal melapor lagi sambil bawa duit tumpukan tadi. Kau nanti melapor sambil nginjak duit tumpukan itu. Otomatis tinggimu kan akan semakin naik", terangnya. Pusing aku 7 keliling. "Udah ngerti kan kau?", tanyanya lagi. "Ngerti kali aku bang, ke' gitu rupanya", tegasku. "Ya, udah lah bang, makasi ya atas penjelasannya", ungkapku lagi....


      Selama perjalanan kembali ke rumah, aku pun sadar bahwasanya jadi tentara pada waktu itu belum diridhoi-Nya. Yang penting, aku tidak akan nyogok. Masi banyak jalan yang benar demi suatu cita-cita. Aku harus cari jalan yang benar melalui jalan yang lain, atau bisa aja kali ini waktu yang tertunda bagiku. Mana tau nanti ada kesempatan lagi. Pasti ada hikmahnya ya kan??? Yang lalu biarkan berlalu, buka lembaran di kertas baru. You will never walk alone....hmmmm

November 10, 2010

Abdi Pesantren 2010

Proker terbesarnya HUMAS CSS MoRA ITS 10-11
     Salah satu proker dari Departemen Humas adalah “Abdi Pesantrean” yang merupakan proker terbesarnya HUMAS periode 2010-2011 yang insyallah akan dilaksanakan pada tanggal 13-14 Nopember 2010 di pondok Pesantrean Tarbiyatut Talabah, Kranji-Paciran-Lamongan. Abdi pesantrean ini merupakan sebagai rasa peduli mahasiswa CSS MoRA untuk ikut memberantas embel2 “Santri Gaptek”. Dengan kata lain kita bisa membuktikan kalau mitos itu tidak benar adanyaa..
 
     Selain itu, Abdi Pesantren ini juga wadah untuk silaturahmi  dan tempat untuk mengamalkan ilmu yang selama ini kita pelajari. semoga rangkaian acaranya berlansung dengan lancar dan dimudahkan semuanyaa..:D:D:D " http://www.pbsb-its.com/ "
     Setelah menjalani beberapa kali survei(empat kali), akhirnya ditetapkan bahwa acara ini akan berlangsung tepat pada tanggal 13-14 November 2010. Selain udah mendapatkan izin dari pihak pondok, pengasuh pondoknya juga sangat antusias dengan program yang satu ini. Mudah-mudahan dengan kerjasama yang baik, nantinya akan terbukti bahwasanya santri tidak buta akan tekhnologi. Santri adalah manusia yang serba bisa.
     Ada 4 pelatihan yang akan diselenggarakan, yakni pelatihan elektronika yang akan menampilkan "running teks", pelatihan blog yang akan melatih para siswa cara yang benar membuat blog sendiri, pelatihan komposting yang mengajari bagaimana memanfaatkan barang yang dianggap tidak berguna lagi / sampah, dan pelatihan maktabah syamilah yang mengajarkan penggunaan aplikasi maktabah syamilah yang didalamnya terdapat koleksi kitab-kitab islami.

November 03, 2010

Seventeenth Generation


Seventeenth Generation

         Kalo diliat dari foto tersebut, kayaknya untuk mendapatkan gelar lulus dari Pesantren Darularafah gampang-gampang aja. Tapi, sebenarnya pernyataan tersebut tidak benar sama sekali. Kami lulusan Darularafah adalah lulusan yang bisa dibilang siap secara keseluruhan, baik siap mental, fisik, maupun pikiran demi kehidupan di hari yang akan datang. Saya masih ingat klo jumlah total santri yang terdaftar di angkatan saya pada tahun 2002 itu ada 8 kelas. Mulai dari kelas 1-A sampai 1-H. Per kelas itu rata-rata dihuni oleh 35-40 orang santri. Berarti awal masuk kami sekitar 320 orang. Alhamdulilah saya mulai awal masuk sampai lulus tidak pernah jauh dari kelas A. Pastinya, wali kelas yang ada di kelas A adalah orang-orang pilihan yang lebih terpilih. Makanya, beliau mungkin gak sesangar wali kelas yang lainnya. Mungkin ini juga salah satu factor kenapa saya akhirnya betah juga 6 tahun di Darularafah.

         Coba liat jumlah gambar di atas. Ini adalah kami-kami yang dinyatakan lulus dari Pesantren Darularafah. Yang pake peci hitam+jas warna hitam yang dilengkapi dengan celana kain warna hitam(serba hitam coy) adalah lulusan ke-17 bro yang kita namakan Seventeenth Generation / SG. Jumlah kami yang lulus hanya 96 orang, padahal itu udah digabung dengan kelas Takhshish. Terus yang 220 orang lagi dimana??? Waktu 6 tahun itulah yang menyeleksi siapa aja sebenarnya yang berhak layak lulus dari Darularafah yang mentaati aturan-aturan. Wow, bagi lawan jenis yang berminat bisa ambil salah satu dari mereka. Tampan, gagah, muslim sejati lagi. Apa kurangnya coba??? Dan yang pake seragam yang berbeda dengan si serba hitam adalah mereka yang sangat berjasa membesarkan, mendidik, dan menjaga kami. Mereka adalah ustad-ustadzah kami yang telah kami anggap sebagai orang tua kami sendiri. Klopun kadang cara mereka mendidik dan menjaga kami tidak selalu berkenan di hati kami, tapi kami akan selalu merindukan kalian. Guruku = Ibuku.

         Di waktu yang cukup lama itulah bercampur suka dan duka. Tapi memang kayaknya lebih dominan dukanya ketimbang sukanya. Tapi, apapun yang terjadi disana, kami yakin bahwasanya banyak hikmah yang dapat diambil dari roda kehidupan kami di pesantren.

November 02, 2010

Gerbang Menuju Masa Depan yang Cerah

Gerbang/Pintu masuk
          Awalnya bukan niat yang tulus dari dalam hati untuk melanjutkan study ke sekolahan yang jauh dari rumah. Kalo dipikir-pikir, ngapain harus sekolah di tempat yang sangat jauh dari rumah. Toh, semua sekolah juga memiliki kualitas tersendiri yang menjadi andalannya. Kalo masalah kualitas dari lulusan salah satu sekolah, bukannya tergantung dari kepribadian anaknya? Bukannya sekolah hanya menjadi sarana yang menyediakan prasarana demi lulusan yang lebih baik? Tapi, memang inilah taqdir di balik rahasia yang Maha Kuasa. Kadang kala yang kita kerjakan tidak sesuai dengan apa yang kita rencanakan. 
          Akhirnya dengan tetesan air mata, saya berangkat meninggalkan keluarga tercinta. Meninggalkan ayah, umak, kakak, dan adik yang sangat menyayangi dan selalu merindukan akan keberadaanku di rumah(maklum, di rumah hanya ada ayah dan aku yang berjenis kelamin laki-laki, enam lainnya adalah perempuan). Meninggalkan sanak saudara yang juga sangat merindukanku. Meninggalkan teman-teman SD yang mungkin belum sempat minta maaf pada mereka atas tingkah laku yang selama ini banyak menyakiti hati mereka. Dan masih banyak lagi yang ditinggalkan demi menatap roda kehidupan yang baru.
          Akhirnya pilihan melanjutkan Tsanawiyah jatuh pada Pesantren Darularafah. Pesantren yang dihuni oleh berbagai macam suku, bahasa, provinsi se-Indonesia. Inilah, awal yang bagus beradaptasi dengan orang yang beda karakter, bahasa, kebiasaan, pola hidup, dan lain-lainnya. 
    
          "Menangis" memang hal yang tidak bisa dihindarkan ketika melihat orang tua pergi pulang meninggalkan pintu gerbang pondok pesantren. Itu menandakan awal mula kehidupan yang baru akan dimulai. Dalam benak teringat raut wajah mereka, yang selama ini selalu ada dikala suka dan duka. Teringat akan pesannya yang mengatakan, "Tangisanmu sekarang adalah awal dari kebahagiaanmu di hari mendatang. Bertahanlah di pesanren ini, carilah teman sebanyak-banyaknya, ikuti aturan, maka kau akan dapat menikmati indahnya hidup di pesantren yang penuh ridho dari Allah ini". Motivasi seperti inilah yang akhirnya mengantarkanku hingga akhirnya bertahan selama 6 tahun dan menjadi alumni Seventeen Generation of Darularafah College. Dan gerbang itu akan selalu ada dalam hatiku.